Monday, August 4, 2014

Umat Beragama yang Eklusif

Teringat masa sekolah dasar dulu, dari kelas satu yang baru belajar membaca dan menulis hingga kelas enam yang sudah pandai membaca dan menulis, saya sering menangkap pesan dari guru kelas untuk berbuat baik dan mengajak teman untuk berbuat kebaikan, berbuat baik pada sesama, tanpa membeda – bedakan golongan atau agama apapun, disamping itu perkataan guru agama dan guru ngaji masih terngiang sampai saat ini: kita tidak boleh mengucapkan selamat natal pada umat Kristen meskipun orang Kristen tersebut selalu mengucapkan selamat hari raya idul fitri pada kita. 

Disini sebenarnya kebingungan mulai muncul, disisi lain diberi pesan untuk berbuat baik pada sesama dan disisi lain dianjurkan untuk menutup diri dari agama lain. Benih kebingungan itu terus tumbuh sampai SMP, SMA dan kuliah.

Pada saat kuliah pesan dari guru kelas sekolah dasar tentang kebaikan terhadap sesama mulai dikesampingkan, perkataan guru agamalah yang mulai mewarnai tumbuhnya pemikiran saya pada saat kuliah, didukung ustadz – ustadz yang banyak hafal hadist dilingkungan tempat saya kuliah, menggiring saya untuk tertarik pada golongan tertentu dimana disetiap saya menjalankan shalat jumat, khatibnya selalu mengatakan dengan semangat menggebu – gebu bahwa agama diluar Islam sudah jelas - jelas akan masuk neraka, beragama islam itu harus sesuai dengan ajaran golongan tertentu, diluar golongan itu adalah sesat dan tidak akan masuk surga.

Saya takut tidak masuk surga, sebab keluarga saya dikampung masih kuat dengan ritual adat leluhur maka benih kebencian saya sebar di lingkungan keluarga, saya jadi eklusif, menganggap orang islam yang tidak segolongan dengan saya adalah sesat apalagi keluarga saya yang masih mengamalkan ritual – ritual sesajen pada malam jumat, mengadakan tahlilan untuk kakek yang meninggal, selain selalu mencibir kegiatan ritual mereka, saya anggap keluarga saya sesat banget. Dan hubungan saya dengan keluarga pada waktu itu menjadi renggang, tidak harmonis.

Itulah sekelumit perjalanan di masa lalu, seiring berjalannya waktu, kehidupan yang ternyata beragam dan penuh inspirasi, bacaan – bacaan yang ternyata sangat kaya akan keberagaman pengetahuan (tidak hanya berkutat pada kisah peyiksaan, kebencian, ketakutan dan kafir mengkafirkan), tontonan dai -  dai selebritis yang pandai melafalkan hadist, boy band – boy band islami, kasus ustadz yang mencabuli muridnya, kasus ulama yang terjun ke dunia politik lalu korupsi, kasus ustadz yang hobi main perempuan, mulai mengikis “ke-eklusif-an”  saya dalam beragama, saya tidak tertarik lagi menjadi umat beragama yang eklusif.

Menyinggung umat beragama yang eklusif,  saat ini sedang ramai diperbincangkan di Negara kita tentang kelompok yang mengatasnamakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), dimana senjata dan kekerasan mewarnai video mereka yang beredar di situs youtube. menurut penjelasan salah seorang narasumber di televisi, ISIS lebih berbahaya dari Al Qaeda nya Osama Bin Laden, jika Al Qaeda memfokuskan target seranggannya pada Negara barat maka ISIS memfokuskan seranggannya pada Negara atau orang – orang di luar golongan mereka.

Jika demikian apa bedanya ISIS atau golongan garis keras Islam lainnya dengan Yahudi garis keras yang membombardir palestina, mereka sama - sama eklusif, menganggap orang diluar golongannya kafir dan harus dihancurkan.

Seperti dalam tulisan Kang Jalal dalam bukunya yang berjudul Islam dan Pluralisme,

Secara sederhana, umat beragama yang eklusif berpendapat bahwa hanya pemeluk agamanya saja yang selamat dan masuk surga. Diluar lingkungan agama kita, semuanya masuk neraka. Dalam bahasa Gamal al-Bana, seorang eklusivis merasa “menguasai gudang – gudang rahmat Tuhan” dan menahannya hanya untuk kelompoknya saja. Rahmat tuhan itu meliputi langit dan bumi, tetapi kasih sayang eklusivis terbatas pada rumahnya sendiri, mereka berkata : yang masuk surga hanya orang Islam saja. Sebagian lagi menyatakan itu pun tidak semua orang Islam. umat islam akan pecah menjadi 73 golongan. Semua masuk neraka kecuali golonganku. Lebih lanjut, dalam golonganku semuanya masuk neraka kecuali yang mengikuti ustadz fulan saja. maka rahmat tuhan yang meliputi langit dan bumi diselipkan di sudut surau yang sempit

Saya mulai membuka lagi pesan dari guru kelas tentang kebaikan terhadap sesama, dan kini dalam menjalani kehidupan tidak lagi memandang teman dari golongan atau agama manapun, selama mereka menebar kebaikan, membuat karya – karya kreatif dan positif, selama tidak menghancurkan kemanusiaan, meski dari agama apapun dari golongan manapun, maka saya akan senang hidup berdampingan bersama mereka.

Sebaliknya, meskipun seseorang beragama islam, memakai jubah seperti orang arab, jidatnya hitam, bacaan Qur’an-nya bagus, banyak hafal Hadist, tetapi jika bicaranya selalu berkutat pada masalah kebencian, kafir mengkafirkan, selalu memvonis sesat terhadap golongan diluar golongannya, maka saya tidak akan senang hidup berdampingan bersama mereka, seperti ketidaksenangan saya pada kelompok yahudi garis keras yang telah membunuhi ribuan orang palestina yang tidak tahu apa – apa.

Topik
Agustus 2014

No comments:

Post a Comment