Teringat masa sekolah dasar dulu, dari kelas satu yang baru
belajar membaca dan menulis hingga kelas enam yang sudah pandai membaca dan
menulis, saya sering menangkap pesan dari guru kelas untuk berbuat baik dan
mengajak teman untuk berbuat kebaikan, berbuat baik pada sesama, tanpa membeda
– bedakan golongan atau agama apapun, disamping itu perkataan guru agama dan
guru ngaji masih terngiang sampai saat ini: kita tidak boleh mengucapkan
selamat natal pada umat Kristen meskipun orang Kristen tersebut selalu
mengucapkan selamat hari raya idul fitri pada kita.
Disini sebenarnya kebingungan mulai muncul, disisi lain
diberi pesan untuk berbuat baik pada sesama dan disisi lain dianjurkan untuk
menutup diri dari agama lain. Benih kebingungan itu terus tumbuh sampai SMP,
SMA dan kuliah.
Pada saat kuliah pesan dari guru kelas sekolah dasar tentang
kebaikan terhadap sesama mulai dikesampingkan, perkataan guru agamalah yang
mulai mewarnai tumbuhnya pemikiran saya pada saat kuliah, didukung ustadz –
ustadz yang banyak hafal hadist dilingkungan tempat saya kuliah, menggiring
saya untuk tertarik pada golongan tertentu dimana disetiap saya menjalankan
shalat jumat, khatibnya selalu mengatakan dengan semangat menggebu – gebu bahwa
agama diluar Islam sudah jelas - jelas akan masuk neraka, beragama islam itu harus sesuai
dengan ajaran golongan tertentu, diluar golongan itu adalah sesat dan tidak
akan masuk surga.
Saya takut tidak masuk surga, sebab keluarga saya dikampung
masih kuat dengan ritual adat leluhur maka benih kebencian saya sebar di
lingkungan keluarga, saya jadi eklusif, menganggap orang islam yang tidak
segolongan dengan saya adalah sesat apalagi keluarga saya yang masih
mengamalkan ritual – ritual sesajen pada malam jumat, mengadakan tahlilan untuk
kakek yang meninggal, selain selalu mencibir kegiatan ritual mereka, saya
anggap keluarga saya sesat banget. Dan hubungan saya dengan keluarga pada waktu
itu menjadi renggang, tidak harmonis.
Itulah sekelumit perjalanan di masa lalu, seiring
berjalannya waktu, kehidupan yang ternyata beragam dan penuh inspirasi, bacaan
– bacaan yang ternyata sangat kaya akan keberagaman pengetahuan (tidak hanya berkutat
pada kisah peyiksaan, kebencian, ketakutan dan kafir mengkafirkan), tontonan dai
- dai selebritis yang pandai melafalkan
hadist, boy band – boy band islami, kasus ustadz yang mencabuli muridnya, kasus
ulama yang terjun ke dunia politik lalu korupsi, kasus ustadz yang hobi main
perempuan, mulai mengikis “ke-eklusif-an”
saya dalam beragama, saya tidak tertarik lagi menjadi umat beragama yang
eklusif.
Menyinggung umat beragama yang eklusif, saat ini sedang ramai diperbincangkan di
Negara kita tentang kelompok yang mengatasnamakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), dimana senjata dan kekerasan mewarnai video mereka
yang beredar di situs youtube. menurut penjelasan salah seorang narasumber di
televisi, ISIS lebih berbahaya dari Al Qaeda nya Osama Bin Laden, jika Al Qaeda
memfokuskan target seranggannya pada Negara barat maka ISIS memfokuskan
seranggannya pada Negara atau orang – orang di luar golongan mereka.
Jika demikian apa bedanya ISIS atau golongan garis keras
Islam lainnya dengan Yahudi garis keras yang membombardir palestina, mereka
sama - sama eklusif, menganggap orang diluar golongannya kafir dan harus
dihancurkan.
Seperti dalam tulisan Kang Jalal dalam bukunya yang berjudul
Islam dan Pluralisme,
“Secara sederhana,
umat beragama yang eklusif berpendapat bahwa hanya pemeluk agamanya saja yang
selamat dan masuk surga. Diluar lingkungan agama kita, semuanya masuk neraka.
Dalam bahasa Gamal al-Bana, seorang eklusivis merasa “menguasai gudang – gudang
rahmat Tuhan” dan menahannya hanya untuk kelompoknya saja. Rahmat tuhan itu
meliputi langit dan bumi, tetapi kasih sayang eklusivis terbatas pada rumahnya
sendiri, mereka berkata : yang masuk surga hanya orang Islam saja. Sebagian
lagi menyatakan itu pun tidak semua orang Islam. umat islam akan pecah menjadi
73 golongan. Semua masuk neraka kecuali golonganku. Lebih lanjut, dalam
golonganku semuanya masuk neraka kecuali yang mengikuti ustadz fulan saja. maka
rahmat tuhan yang meliputi langit dan bumi diselipkan di sudut surau yang
sempit”
Saya mulai membuka lagi pesan dari guru kelas tentang kebaikan
terhadap sesama, dan kini dalam menjalani kehidupan tidak lagi memandang teman
dari golongan atau agama manapun, selama mereka menebar kebaikan, membuat karya
– karya kreatif dan positif, selama tidak menghancurkan kemanusiaan, meski dari
agama apapun dari golongan manapun, maka saya akan senang hidup berdampingan
bersama mereka.
Sebaliknya, meskipun seseorang beragama islam, memakai jubah
seperti orang arab, jidatnya hitam, bacaan Qur’an-nya bagus, banyak hafal
Hadist, tetapi jika bicaranya selalu berkutat pada masalah kebencian, kafir
mengkafirkan, selalu memvonis sesat terhadap golongan diluar golongannya, maka
saya tidak akan senang hidup berdampingan bersama mereka, seperti ketidaksenangan
saya pada kelompok yahudi garis keras yang telah membunuhi ribuan orang
palestina yang tidak tahu apa – apa.
Topik
Agustus 2014
No comments:
Post a Comment