Bagaimana perasaan seseorang saat melihat bocah kecil
menangis dan berlumuran darah terkena serpihan reruntuhan bangunan yang dibombadir roket
penghancur meski dalam tayangan televisi.
Bagaimana perasaan seseorang menyaksikan (dengan mata
sendiri) bayi digendong kakaknya yang masih kecil berlari dan berlumuran darah menghindari
serangan ribuaan roket yang diluncurkan dari jarak jauh.
Saya tidak habis pikir, bagaimana perasaan “manusia?”
yang meluncurkan roket – roket pembunuh itu dari darat, dari udara tanpa
melihat dan memilah daerah mana yang disepakati sebagai medan perang, semuanya
di bombardier, dihancurkan berikut anak – anak, ibu – ibu yang tidak tahu apa –
apa.
Jika melihat peritiwa biadab itu di televisi, rasanya
ingin menutup mata rapat – rapat, ingin mematikan televisi, tidak ingin tahu
apa yang terjadi di palestina sana, bukan karena tidak mau peduli, tetapi tidak
sanggup membendung air mata, tidak tahan menahan perihnya tayangan peristiwa
itu.
Meskipun berada di negeri yang damai, rasanya tidak
pantas penghindaran itu dilakukan, bagaimanapun, rasa kemanusiaan kita jangan
ditempatkan di tempat yang nyaman – nyaman saja hanya untuk kesenangan pribadi,
galilah kegelisahan, galilah pertanyaan, tentang kenapa “Manusia?” Israel bisa
setega itu melakukan pembantaian terhadap orang – orang yang tidak berdosa, perasaan
apa yang menyebabkan “manusia? - manusia?” tersebut bertindak seperti itu.
Sampai tertanam kuat – kuat dalam nurani kita bahwa
dengan alasan apapun, dilihat dari segi manapun, manusia membunuh manusia
lainnya apalagi bocah tidak berdosa merupakan tindakan yang tidak bisa
dibenarkan oleh Agama, Keilmuan dan pemikiran apapun.
Dengan begitu diharapkan timbul kekuatan di kemudian hari
yang berani melawan segala bentuk penindasan, tidak seperti saat ini, ratusan
Negara yang ada di dunia ini tidak punya keberanian menentang satu Negara saja,
satu Negara yang selalu mendukung Israel dalam kegiatannya membunuhi manusia –
manusia tidak berdosa,
Bisa jadi ratusan Negara tersebut berlaku seperti itu
disebabkan oleh penduduknya yang tidak mau melihat meski hanya di televisi
tentang berita – berita penderitaan yang dialami bangsa Palestina, tidak mau
berbagi perasaan, mereka memilih untuk melihat pemandangan yang dapat membuat
perasaan berada di bagian yang nyaman – nayaman saja, sehingga “Manusia?”
Israel terus leluasa melakukan kebiadabannya.
Bangsa Palestina, setelah dirampas sebagian tanahnya,
rakyatnya dibunuhi oleh “Manusia?” Israel, “manusia?” Israel, dengan rangkaian
kebiadabannya yang berlangsung bertahun – tahun, masih pantaskah dikatakan
sebagai manusia.
Topik
Agustus 2014
No comments:
Post a Comment