Kegiatan memperingati tujuh belas agustusan membuat sebagian
masyarakat kita menjadi kegirangan, sayang ada yang berlebihan, saking
girangnya, setiap RT di sebuah komplek perumahan mengadakan kegiatan tersebut,
dan setiap akses jalan menuju dan keluar komplek perumahan ditutup sebab masing
– masing RT sedang melaksanakan kegiatan balap makan krupuk, panjat pinang,
balap karung dan sebagainya.
Sambil mengangkat tangan berikut kelima jarinya diikuti wajah menyeramkan, seorang berpakaian rapi memakai peci warna putih mirip pak haji menghadang saya saat hendak melewati jalan yang akan dipakai acara perayaan tujuhbelasan.
“Gak boleh lewat, ada kegiatan”
“Kan belum dimulai pak, sebentaaaar aja pak”
“Gak bisa gak bisa! jalannya baru dicat”
Dengan melihat situasi jalan yang masih sepi dan mencari bagian
jalan mana yang dicat saya pun perlahan mundur lalu mencari jalan keluar dari
komplek tersebut.
“Maaf, jalan ditutup karena ada kegiatan” kata seorang bapak yang sedang menyiapkan
lomba balap makan kerupuk.
“Iya iya gak bisa lewat!, ini sedang ada kegiatan” susul
seorang pemuda berapi – api
“Tapi pak, bang, saya gak bisa keluar, di RT sana ditutup,
di RT situ ditutup , di RT sini ditutup juga, saya harus lewat jalan mana pak,
bang”
Dan seorang bapak yang kelihatannya bijak memberi pengertian
ke warga lainnya untuk mengijinkan saya melewati jalan tersebut, warga pun rame
– rame membuka palang bambu penutup jalan.
“Makasih pak, permisi pak, permisi bu, misi bang, misi neng”
akhirnya saya bisa keluar dari komplek tersebut.
Untuk sebagian besar masyarakat yang melaksanakan dan
menyaksikan kegiatan tujuhbelasan, acara tersebut menjadi hiburan yang mengasikan,
tetapi bagi sebagian kecil masyarakat yang tidak bisa turut serta dan menyaksikan acara
tersebut sebab ada kepentingan, sebab tetap harus bekerja meski di hari libur,
dan sebab – sebab lainnya yang harus dijalani menggunakan kendaraan menjadi
terganggu, terjebak dan sulit keluar dari komplek tersebut sehingga harus
berkeliling komplek mencari jalan yang warganya mengerti dengan hak warga lainnya.
Saya tidak bisa seratus persen menyalahkan warga yang
menutup jalan untuk merayakan peringatan tujuhbelasan, dalam pikiran saya,
barangkali selain dalam kondisi kegiarangan yang berlebihan juga akibat dari
seringnya melihat para pejabat dan pemimpin negeri ini yang gemar menutup jalan
raya disaat mengadakan perjalanan, disaat mengadakan kegiatan di alun – alun kota,
disaaat ada kegiatan depan sebuah kantor, sehingga secara tidak sadar
mempengaruhi pikiran masyarakat untuk melakukan hal yang sama di sekitar tempat
tinggal mereka dimana keadaan dan kekuatan mendukung mereka untuk melakukan
kelakuan tersebut.
“Maaf, jalan ditutup karena ada kegiatan.” Di negeri ini, kata – kata tersebut mudah sekali ditempatkan di tengah – tengah jalan umum,
seperti hukum rimba, hanya yang berada dalam keadaan dan posisi kuat yang banyak
dan berhak menggunakan kata – kata tersebut, untuk yang lemah, apapun
alasannya, kepinggir aja.
Topik
Agustus 2014
No comments:
Post a Comment