Friday, September 16, 2011

Lomba lintas alam

dalam malam, dalam kegelisahan, berselimut sinar monitor, dalam tarian jari yang mengamuk tak sadarkan diri, teringat dan kuambil selembar kertas, kubaca berulang – ulang...

Ini, ini yang kubutuhkan, selembar kertas pemberitahuan lomba lintas alam

tanggal 9 pergi mendaftarkan diri, sendiri sebagai peserta kategori sendiri, turun dari angkot makan dulu di warteg, enak tapi mahal, kenyang dan cabut dari warung nasi, cari tempat yang dicari, sempat bingung harus kemana, akhirnya berbekal sebuah alamat, ditengah bau sayuran busuk bercampur aroma kotoran kuda + asap kendaraan yang memunsingkan kepala, dalam keramaian sebuah pasar (pasar majalaya) saya menemukan alamat yang diharapkan, tertulis jelas dalam spanduk yang sekaligus sebagai petunjuk menuju tempat pendaftaran.

Daftar, bayar 12.500 dikasih sticker, nomor dada, peta jalan dan sebuah kartu yang nantinya akan di cap di setiap pos, ngobrol sebentar lalu pulang, menyiapkan perbekalan, malamnya susah tidur, jam 12 malam mata masih terbuka lebar – lebar, ngidupin radio, dengerin wayang golek, tidur entah jam berapa, esoknya bangun dan berangkat menuju alun – alun majalaya, tempat start dan finis lomba tersebut.

Sekitar jam 07.30 tiba disana, tak disangka banyak orang bernomor dada dengan segala macam gaya. Jam 08.20 start bersama peserta perorangan lainnya, peserta beregu (4 orang) start belakangan.

Di tengah perjalanan, di sebuah kebun di atas bukit posisiku berada di belakang sekelompok peserta beregu putra, bajunya seragam, dipunggungnya bertuliskan pecinta alam, pecinta alam yang membuang sampah sembarangan, menginjak – nginjak tanaman ubi jalar, lalu merusak jalan, membuatku kesal saja.

Dan kekesalan bertambah saat menyaksikan di depan mata para pecinta alam dengan atribut dan logo berpengalaman, juga buang sampah sembarangan, ada juga yang kencing di aliran air jernih di sela bukit. Ah pecinta alam, pecintan alam seperti ini yang merusak reputasi organisasi pecinta alam.

Sekitar jam sebelas aku telah sampai di pos 1, menyerahkan sebuah kartu untuk di cap, lalu jalan lagi dan sampailah di sebuah tanjakan, tanjakan gunung pulus yang aku kira sebentar saja dapat kulahap, tapi apa yang terjadi? Tanjakan begitu panjang, tubuhku bermandikan keringat, kakiku seakan berat untuk melangkah,

“kapan turunya?” keluhku sambil merebahkan badan di samping semak belukar, peserta lain juga sama, selang jarak antara satu sampai lima meter banyak yang berkelakuan sepertiku, merebahkan badan dengan mulut terbuka diiringi irama nafas yang terdengar begitu jelas menghawatirkan. Ada juga yang membuka perbekalan lalu melahapnya dan minum gluek..gluek..gluek, sepuas – puasnya.

Saat tiba di akhir tanjakan, uh lega rasanya, tak ada kegelisahan, aku istirahat selama satu batang rokok kretek diiringi sekaleng minuman kaleng. Badanku terasa segar kembali dan jalan, jalan lalu jalan lagi hingga melewati dua rintangan jalan menurun yang hampir vertical dimana dimasing – masing rintangan, panitia menyediakan beberapa tali agar peserta terjamin keamanannya, namun akibat jalan yang cukup licin, ada juga peserta yang warna bajunya berubah menjadi warna tanah akibat terpeleset.

Lelah rasanya, tapi aku terus berjalan, sekitar matahari agak condong ke sebelah barat aku sampai di pos 2, kartu di cap, istirahat di mushola, sholat, ngisi perut, ngisap rokok sebatang, minum dan jalan lagi, beberapa perserta pria dan wanita aku dahului hingga akhirnya sampai juga di pos 3, kartu di cap, aku jalan lagi hingga sampai di garis finish (pos 4), cap kartu lalu kartu diditukar dengan sebungkus nasi dan seplastik air putih, perserta yang datang baru sedikit, sekitar seperempat dari keseluruhan. Istirahat sebentar, menatap kosong ke panggung hiburan...

“oi baca apaan, ngetik apaan, ini malam minggu bukan waktunya baca, bukan waktunya ngetik, sok mahasiswa luh, sok idealis luh, santailah dulu, mau ikut ga? Kita mau jalan – jalan nih, cari angin malam bro” sapa salah satu temanku di sebuah rumah tempat kost yang cukup membuat selembar kertas pemberitahuan lomba lintas alam melayang jauh entah kemana dan menarik kembali kegelisahan

topik, Cipacing, 11 Juli 2005

No comments:

Post a Comment