matahari terbit di pagi hari kadang berseri tetapi kebanyakan bersembunyi, hanya cahayanya menembus lapisan awan tebal mengantar siang yang pucat, sesekali hujan turun rintik – rintik.
seorang lelaki bertubuh lumayan baca: tidak terlalu kurus juga tidak kegemukan, yang sedang duduk di atas lantai agak memaki pada kekosongan ruang kamarnya yang bertirai transparan dengan sulaman tumbuh – tumbuhan, entah kekosongan apa yang ia maki, lalu mengeluh “huh gerahnya” sementara matanya bingung mencari tempat membuang celacah yang terus memanjang hampir setengahnya dari rokok sebatang, sedikit tergoyangkan maka jatuhlah celacah itu ke lantai yang baru disapu, untuk mencegah hal itu, ia tengok kanan, kiri, depan, belakang, dicarinya apa saja yang dapat dijadikan alas asal abu tidak jatuh mengotori lantai sebab untuk mengambil asbak di tengah rumah ia harus bangkit lalu berjalan dan itu akan menimbulkan goncangan hebat, peluang besarlah bagi celacah menjatuhkan diri, ringan terbang melayang apalagi jika ada angin yang masuk lewat jendela.
“uh bebasnya” barangkali begitu itu celacah akan berkata jika diungkapkan dengan kata – kata, tanpa mau tahu bagaimana rasanya berjuang melawan malas dalam menyapu lantai kamar walau hanya sepetak saja.
saat ini kamar lelaki itu memang terlihat bersih, rapi, sebab baru dibersih – bersih, padahal sebelum itu, buku ini itu berserakan dimana – mana, baru kata pengantar, daftar isi, bab pendahuluan ditambah sampul kulit belakang yang dibaca, sudah dilempar atau disimpan disembarang tempat, begitupun buku – buku lain menyusul berloncatan keluar dari raknya satu per satu lalu menyebar ke atas meja, ranjang bahkan ada yang nekad naik ke atas lemari pakaian, tetapi kebanyakan bergumul membentuk tikar acak – acakan di lantai yang tak bertikar, sudah tak terhitung lagi celacah di asbak atau di kertas.
“mm!” tiba – tiba ia bergumam sebab merasa ada sesuatu yang didudukinya
“ini apa ya”
lalu lelaki itu pelan – pelan bangkit dengan hati – hati dan memastikan apa yang didudukinya
Seandainya wajah lelaki itu bisa berkata maka wajah tersebut akan berkata
“Kertas, kertas A4”
lelaki itu menemukan kertas A4 berhiaskan corat coret kesalahan dari dosen pembimbing ketika menyusun tugas akhir diploma tiga yang rajin dikumpulkannya, waktu itu ia berfikir “siapa tahu berguna di hari nanti” dan sekarang nyatalah fikiran itu, satu persatu kertas telah dijadikan alas celacah agar tidak berserakan, agar tidak mengotori lantai ataupun meja belajar setelah dibersihkan, satu – persatu pula kertas telah diremas – remas menemani sampah – sampah di tempat sampah belakang rumah yang belum terbakar, dengan hati – hati diambilnya selembar kertas itu, abu rokopun jatuh melayang, tak mampu bersuara, siap diremas – remas dan dibuang ke tempat sampah untuk dihancurkan oleh kehidupan yang dikepung kepalsuan.
Topik
Cicelot, 2005
No comments:
Post a Comment