Thursday, May 5, 2011

Soe Hok Gie

Pada 16 Desember 1969, seorang pemuda unik, berangkat menuju babak kehidupan selanjutnya dalam pelukan gas beracun dari puncak gunung semeru (gunung tertinggi di pulau jawa).

Pemuda itu, Soe Hoek Gie, salah satu tokoh pergerakan mahasiswa Universitas Indonesia, menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983)

Gie ikut berperan menumbangkan Orde Lama, namun Gie tidak lantas mau mendukung pemerintahan Orde Baru.

Sebagai bagian dari aktivis gerakan, Gie sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama.

Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia dan Indonesia Raya, Sekitar 35 karya artikel tulisan Gie (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995), skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997).

Tulisan – tulisan Gie kritis menentang Kebijakan Orde Baru. Gie bahkan sempat menyindir teman – temannya, sesama angkatan 66 yang duduk di DPR GR. Dia menghadiahi bedak dan pupur agar para aktivis itu bisa berdandan sehingga kelihatan lebih 'cantik' di depan penguasa.

Gie lebih betah menulis daripada duduk manis sebagai anggota dewan. Idealismenya memang sulit dikalahkan. Penyuka lagu Donna Donna ini lebih memilih naik gunung daripada berpolitik praktis.

Gie mencintai gunung dan alam bebas. Puisi-puisinya banyak berkisah tentang kecintaannya terhadap pendakian gunung. Di puncak gunung juga akhirnya salah satu pendiri Mapala UI ini menghadap penciptanya. Di tengah kabut tebal puncak Gunung Semeru, tepat sehari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-27. Gie menemui kebahagiaannya, mati muda.

“seorang filsuf Yunani pernah menulis... nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tetapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa – rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda,” itulah kata – kata yang ditulis Gie di buku hariannya

Buku 'Catatan Seorang Demonstran' yang diangkat dari buku harian Gie, masih mengilhami para mahasiswa dan aktivis untuk memperjuangkan cita-cita mereka. Para pendaki gunung juga masih mengingat pandangan Gie soal nasionalisme.

"Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrasi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung," ujar Gie kala itu.

Pada tahun 2005, catatan hariannya menjadi dasar bagi film yang disutradarai Riri Riza, Gie.

Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Soe_Hok_Gie
http://id.news.yahoo.com/dtik/20091215/tpl-gie-hari-ini-40-tahun-lalu-b28636a.html

No comments:

Post a Comment