Sering terlihat orang tersenyum sambil berkata, bahwa semua orang tentu senang akan keindahan alam, tetapi siapakah diantara orang – orang itu yang mengihtiarkan keindahan alam?, dimana mata itu?, dimana rasa malu itu?, hanya demi kesenangan saja?. Andai kita sadari dalam kejernihan hati, ribuan kata senang yang keluar begitu saja setelah puas menikmati keindahan, tidak akan mampu mengobati luka – luka yang diderita alam tanpa berihtiar untuk mengobatinya.
Bisakah kita meluangkan waktu untuk menghayati kejadian di luar sana, “hutan malu akan dirinya yang terus ditelanjangi, bukit – bukit menangis mesarakan kejamnya keserakahan, air bingung mencari jalan yang bebas dari bau busuknya sampah, penghuni rimba gelisah mencari tempat berlindung sebab sebagian besar rumah mereka telah dikuasai para penimbun harta. Desa dan kotapun sering menjadi korban kedunguan manusia tak bertanggung jawab”.
Banyaknya penggiat alam terbuka yang didalamnya termasuk kumpulan legal para pencinta alam, tidak akan mampu membendung manusia serakah menggerogoti bukit yang lambat laun tidak seperti bukit, mengkandangi perampok segala apa yang melengkapi indahnya alam, memborgol tangan – tangan gergaji yang ganas merusak rimba alami selama para penggiat alam itu tidak hapal benar jati diri atau hanya mengejar sensasi, mendaki pujian, dan menjelajahi ketenaran saja, barangkali seperti budak - budak fashion yang haus perhatian dan pujian, sinonimnya cari muka.
Manusia atau peggiat alam pada khususnya, haruslah "menjadi sahabat yang setia bagi alam, lebih setia dari urat nadi dan aliran darah, lebih dekat dari udara dan angin, sebab sesungguhnya alam adalah rumah yang saban waktu kita huni sebagai tempat berlindung dari segala problematika hidup”. Disadari atau tidak, alam memberikan segalanya, mulai dari keindahan, air, udara dan segala yang dibutuhkan penghuninya. Saya yakin, dengan bebasnya tanah, udara dan air dari kotornya polusi, bumi akan sedikit tersenyum sehingga udara yang sesak pun menjadi lega dan segar, itu berarti luka – luka alam ini akan sedikit terobati.
Tentunya, untuk mengetahui luka – luka yang di derita, alangkah bijaknya jika menyaksikan dengan mata kita sendiri dengan penuh penghayatan dan lahirlah kepedulian kita sebagai manusia yang selalu memanfaatkan alam untuk mengobatinya. Misalnya saja dengan mengamalkan salah satu ungkapan yang sering digunakan oleh para petualang “tinggalkan bekas tempat camp tanpa jejak. Maksudnya, biarkan keadaan lingkungan seperti saat pertama kali kita melihatnya. Jangan mengotori hutan dengan sampah. dan jangan ambil apapun kecuali photo kenangan”
“Hewan, tumbuhan, air, tanah dan udara menyediakan segalanya bagi manusia, Maka harus kita jaga kelestariannya, Sungguh betapa bodoh kita, jika hanya menikmati bahkan merusaknya saja. Sebab, sepertinya manusia tidak bisa hidup tanpa alam. Tetapi alam bisa hidup tanpa adanya manusia.”
Gunung – gunung dan hutan
Hutan rimba nan hijau
Api unggun berkobar
Bintang- bintang berkedip
Kicau burung di dahan
Desir angin di daun
Tidakah engkau rindu
Hai pemuda pengembara
Hutan rimba nan hijau
Api unggun berkobar
Bintang- bintang berkedip
Kicau burung di dahan
Desir angin di daun
Tidakah engkau rindu
Hai pemuda pengembara
Referensi:
- Bulletin Wanadri, No. 23: Ikrar Fadla Firdaus Fauzi, Republik 2003 “ Antara Alam, Sastra dan Avontur”
- Deni Yudiawan, S.Si. “Panduan Praktis Berpetualang Di Alam Bebas”
- Otto Soemarwoto “Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan”
- Iwan Abdurrahman “ Pemuda pengembara ”
No comments:
Post a Comment